5 Jurus Jitu Mengembangkan Diksi yang Menarik

Menulislah seperti embun yang ketika jatuh ke bumi membawa pengetahuan, dan ketika melangit ke Arsy menjadi keabadian. Maydearly

Resume ke : 18

Gelombang : 28

Tanggal : 17 Februari 2023

Tema : Diksi dan Seni Bahasa

Nara Sumber : Maesaroh, M.Pd (Maydearly)

Moderator : Widya Setianingsih,S.Ag


Malam ini  adalah rentetan senja yang patut kita raih dengan 'Bismillah'. Berharap, malam ini menjadi malam yang paling teduh yang kita dapatkan. Ditemani sepi dengan secangkir kopi, dan lirih suara gerimis yang masih saja enggan pergi sejak senja hari tadi. Jumat (17/02) malam, pertemuan ke-18 KBMN, terasa semakin candu dengan bahasan tema Diksi dan Seni Bahasa.

Malam pun terasa istimewa, berkenalan dengan Maydearly sesosok jiwa, yang menyadur makna diantara serpihan kata yang melahirkan karya. Merajut prestasi lewat berbagai antologi dan buku solo. “Trik Jitu Menjadi Penulis milenial” dan “Dalam Kenangan”serta “Catatan Inspiratif”, adalah beberapa karya yang berhasil ditorehkannya.

Diksi dan Puisi dua kata yang tidak bisa terpisahkan. Dengan diksi puisi semakin bernyawa. Dengan diksi pula membuat hati yang dingin menjadi menyala dalam suka cita.

Namun, diksi tak melulu untuk puisi, diksi dijabarkan sebagai kekayaan bahasa, memaknai kata sebagai bentuk keindahan. Layaknya secangkir Teh, ada hangat yang perlu diresapi karena bahasa adalah jembatan dimana kita bisa mengerti dan saling memahami.


Mari kita berkenalan lebih jauh tentang diksi dan jurus jitu dalam mengembangkan diksi yang menarik.

Diksi – akar katanya dari bahasa Latin: dictionem. Kemudian diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi diction Kata kerja ini berarti: pilihan kata. Maksudnya, pilihan kata untuk menuliskan sesuatu secara ekspresif. Sehingga tulisan tersebut memiliki ruh dan karakter kuat, mampu menggetarkan atau mempermainkan pembacanya. Dengan kata lain, Diksi adalah pilihan kata di dalam tulisan yang digunakan untuk memberi makna sesuai dengan keinginan penulis.

Dalam sejarah bahasa, Aristoteles – filsuf dan ilmuwan Yunani inilah yang memperkenalkan diksi sebagai saranamenulis indah dan berbobot. Gagasannya itu ia sebut diksi puitis yang ia tulis dalam Poetics– salah satu karyanya. Seseorang akan mampu menulis indah, khususnya puisi, harus memiliki kekayaan yang melimpah: diksi puitis. Gagasan Aristoteles dikembangkan fungsinya, bahwa diksi tidak hanya diperlukan bagi penyair menulis puisi, tapi juga bagi para sastrawan yang menulis prosa dengan berbagai genre-nya.

William Shakespeare dikenal sebagai sastrawan yang sangat piawai dalam menyajikan diksi melalui naskah drama. Ia menjadi mahaguru bagi siapa saja yang berminat menuliskan romantisme dipadu tragedi. Diksi Shakespeare relevan untuk menulis karya yang bersifat realita maupun metafora. Gaya penyajiannya sangat komunikatif, tak lekang digilas zaman.

Mengapa Diksi begitu penting dalam kajian sebuah bahasa?
Sebab banyak keindahan atas sebuah kata yang tak tereja oleh bibir. Diksi bak pijar bintang di angkasa yang menunjukan dirinya dengan kilauan, mempesona dan tak membosankan. Diksi adalah bagian dari Seni Bahasa, karena seni Bahasa itu meliputi menulis, dan berbicara.

Lantas, apakah begitu sulit kita dalam berdiksi?

Terkadang banyak penulis yang merasa takut dalam memulai sebuah tulisan, terkadang lidah kita merasa kelu untuk menulis sesuatu yang menakjubkan. Ada keraguan yang dibungkam sebelum diterjemahkan dalam bahasa. Padahal menulis itu sederhana. Se sederhana mengadukan gula dalam gelas kopi. Menulislah dari apa yang kita lihat, apa yang kita rasakan dan apa yang kita dengarkan

Jurus apa yang harus kita pakai agar kita mampu menulis dengan segala keindahan?

Simak 5 Jurus jitu dalam mengembangkan diksi yang menarik berikut ini:


1. Sense of Touch adalah menulis dengan melibatkan indera peraba. indra peraba dapat digunakan untuk memperinci dengan apik tekstur permukaan benda, atau apapun. Penggunaan indra peraba ini sangat cocok untuk menggambarkan detail suatu permukaan, gesekan, tentang apa yg kita rasakan pada kulit. Aplikasi indra peraba ini juga sangat tepat digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak terlihat, seperti angin misalnya. Atau, cocok juga diterapkan untuk sesuatu yang kita rasakan dengan menyentuhnya, atau tidak dengan menyentuhnya.

Contoh:
Pada pori-pori angin yang dingin, aku pernah mengeja rindu yang datang tanpa permisi

2. Sense of Smell adalah menulis dengan melibatkan indra penciuman hal ini akan membuat tulisan kita lebih beraroma. Tehnik ini akan lebih dahsyat jika dipadukan dengan indra penglihatan.

Contoh:
Di kepalaku wajahmu masih menjadi prasasti, dan aroma badanmu selalu ku gantungkan dilangit harapan.

3. Sense of Taste adalah menulis dengan melibatkan indra perasa. Merasakan setiap energi yang ada di sekitar kita. Penggunaan indra perasa sangat ampuh untuk menggambarkan rasa suatu makanan, atau sesuatu yg tercecap di lidah.

Contoh:
Ku kecup rasa pekat secangkir kopi di tangan kananku, sembari ku genggam Hp tangan kiriku. Telah terkubur dengan bijaksana, dirimu beserta centang biru, diriku bersama centang satu.

4. Sense of Sight adalah menulis dengan melibatkan indra penglihatan memiliki Prinsip “show, don’t tell". Selalu ingat, dalam menulis, cobalah menunjukkan kepada pembaca (dan tidak sekadar menceritakan semata). Buatlah pembaca seolah-olah bisa “melihat” apa yang tengah kita ceritakan. Buat mereka seolah bisa menonton dan membayangkannya. Prinsip utama dan manjur dalam hal ini adalah DETAIL. Tulislah apa warnanya, bagaimana bentuknya, ukurannya, umurnya, kondisinya.

Contoh
Derit daun pintu mencekik udara ditengah keheningan, membuatku tersadar jika kamu hanya sebagai lamunan.

5. Sense of hearing adalah menulis dengan melibatkan energi yang kita dengar. Begitu banyak suara di sekitar kita. Belajarlah untuk menangkapnya. Bagaimana? Dengarlah, lalu tuliskan. Mungkin, inilah sebab mengapa banyak penulis sukses yang kadang menanti hening untuk menulis. Bisa jadi mereka ingin menyimak suara-suara. Sebuah tulisan yang ditulis dengan indra pendengaran akan terasa lebih berbunyi, lebih bersuara. Selain itu, penulis juga bisa berkreasi dengan membuat hal-hal yang biasanya tak terdengar menjadi terdengar.

Contoh
Derum kejahatan yang mendekat terasa begitu kencang. Udara hening, tetapi terasa berat oleh jerit keputusasaan yang dikumandangkan bebatuan, sebuah keputusan yang menghakimiku untuk tak lagi merinduimu


Acap kali dalam menulis kita hanya melibatkan otak kita sebagai muara untuk berpikir tanpa kita dengar, tanpa kita rasa, tanpa kita raba, jika terkadang sesuatu di pelupuk mata bisa menjadi rongga untuk mencumbu tulisan kita. Seringkali kita melihat kursi yang kita duduki dengan pandangan yang begitu sederhana. Kerena itu Sesekali buatlah ia mempesona dan anggun, seperti untaiuan berikut: Di atas kursi ini, aku pernah memeluk ratapan bagaimana menungguimu dengan sebuah doa takdim.

Setiap apapun yang kita lihat, sesekali kita rasakan, kita raba, bahkan kita ampu kan sebagai sebuah senyawa yang mampu bersuara. Karena itu, libatkan 5 macam panca indera kita seperti yang telah diuraikan di atas. Lalu bagaimana mengolah panca indera agar tergali?

Panca indera itu melekat dalam jasad kita, kita tak perlu perintahkan ia untuk memandu hati kita membuat sebuah tulisan yang indah. Tugas kita adalah menerima sinyal dari kelima panca indera tersebut yang kemudian kita bisa jabarkan dalam sebuah tulisan. Ketika kelima indera itu kita libatkan, maka tak ada tulisan yang biasa. Menulislah dengan hati, karena hati mampu menerka indera kita dengan baik. Ketika Diksi datang berjuntai mengalungi pikiran kita, maka kita hanya perlu menyusun rapi dengan apik. Agar tulisan kita menjadi epik nan menarik

Demikian, sajian materi tentang diksi dan seni bahasa yang disampaikan Maydearly malam ini. Tidak sulit bukan? Karena yang sulit adalah tidak ingin memulai. 

Visi misi terbesar kita dalam menulis adalah...
✍️Menulis membuat kita bahagia...
✍️Menulis membuat kita berbeda...
✍️Menulis membuat kita terkenang.
✍️Menulis adalah obat paling mujarab untuk kita saat terluka.
✍️Hanya dengan menulis membuat kita bisa menjadi diri kita sendiri.
Jadi sejatinya kita menulis bukan untuk dunia. Tapi.. KITA MENULIS UNTUK DIRI KITA SENDIRI.

Malam semakin lelah dan bersiap menuju peraduan. Keharuman mimpi melambai mesra mengajak kita untuk segera menuju pelukan malam. Harapan pun dipanjatkan, semoga pertemuan ini adalah awal tegukan yang manis, mengawali cerita di layar kaca, menyusun kepingan kata, dan diseduh dengan rasa bahagia untuk terus belajar berprosa. Karena bahasa adalah jembatan antara hujan dan kemarau yang ketika dibubuhi embun ia menjadi pelangi, indah nan elegan.


Semangat menulis✍️
Salam Literasi^

1 Komentar

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama